Cerpen 21.47

SEKELUMIT TENTANG AYU…
Gemercik air mata langit tak kunjung reda, hembusan malam yang semakin menusuk di jiwa ditambah kabut-kabut kekecewaan yang menyelimuti hatinya. Terlihatlah seorang gadis sederhana yang terdiam seribu bahasa sedang merenungi nasibnya di sudut jendela kamarnya. Gadis itu namanya Ayu Tri Atmaja, putri ketiga Pak Atmaja seorang pengusaha di Sragen Jawa Tengah.

Pak Atmaja dulunya pengusaha sukses tetapi dengan saingan-saingan bisnisnya Pak Atmaja tertipu dan akhirnya perusahaannya bangkrut. Ayu yang dulunya hidup serba mewah dan ada, kini ia harus menerima kenyataan dengan hidup pas-pasan dan sangat sederhana. Terlihat di wajah ayu kekecewaan yang amat dalam. Padahal ia seharusnya mendaftarkan diri di bangku perkuliahan. Tapi kondisinya seperti ini, Ayu hanya bisa diam dan diam. Akhirnya dengan keputusan berat dan dianggapnya terberat tetapi ia harus memilihnya, yaitu untuk berhenti satu tahun untuk mencari biaya kuliahnya.
“Ma…Ayu tidak kuliah dulu ya ? Ayu ingin mencari biaya untuk daftar kuliah nantinya …”. Keluarlah dari mulut Ayu dan dengan nada pelan. “Terserah kamu sayang, mama tidak bisa berbuat banyak, hanya doa dan ridlo yang dapat mama berikan”. Terlihatlah ekspresi wajah mamanya yang penuh keibuan. Dengan langkah yang lemah gemulai ayu mendekati mamanya dan menciumnya. “Makasih ma…Engkaulah cahayaku tempat aku bersandar, di saat yang gelap ini, hatiku bagaikan mendapatkan sinar dan menuntunku ke jalan yang lebih terang. Sekali lagi…makasih ya ma…”. Ujar Ayu. Dengan mencium tangan mamanya yang halus dan penuh perasaan kasih sayang. “Ayu tidur dulu ya Ma…”. Ayu berkata lagi.
“Ya ayu…”. Jawab mamanya.

Jam terus berputar dengan jarumnya, hari berganti dengan cepatnya, bulan berlalu begitu saja, berhari-hari Ayu berusaha mencari-cari pekerjaan di Jateng, tapi takdir belum memihaknya. Ayu menyerah, tiap hari hanya makan dan tidur, tidak ada kegiatan yang lebih berarti, karena Ayu kelihatan pengangguran lama-lama Ayah Ayu jengkel juga dan mengarahkan Ayu untuk membantu ayahnya dengan sedikit penghasilan tapi tidak mencukupi kebutuhan sehari-harinya. Ayu mogok…dan memilih di rumah saja…
Karena Ayu terlihat pengangguran, tiba-tiba Ayu dilamar oleh anak pengusaha saingan bisnis papanya dahulu. Tentu saja Ayu tidak menerima lamaran itu. Dan memang Ayu belum memikirkan untuk melangkah ke jenjang pernikahan. Ia ingin mencari ilmu dan pengalaman. Lamaran itu dibatalkan dengan sangat sopan. Tanpa melukai para pria itu dan bisa memaklumi keputusan Ayu itu, karena Ayu tidak menerima lamaran itu. Papa dan Mamanya selalu mengarahkan bagaimana caranya agar Ayu tidak menjadi pengangguran. Segala usaha telah dilakukan untuk membujuk Ayu agar bisa berpikir dewasa dan mandiri.
Tiba-tiba malam itu ada telpon dari tantenya yang ada di Jatim, tantenya sangat membutuhkan tenaga kerja karena karyawannya minta cuti satu bulan untuk pulang ke kampung halamannya. Pagi-pagi benar, Ayu sudah siap untuk ke Jatim dengan segala keberanian untuk melangkah lebih mandiri. Ayu berpamitan kepada Mama dan Papanya.
“Ma…pa…Ayu ke Jatim ya…? Dan ayu mohon ridlo dari Mama dan Papa…”. Ucap Ayu sambil bersalaman kepada kedua orang tuanya. Sebenarnya Papa dan Mamanya berat untuk melepaskannya, tapi dengan terpaksa papa dan mamanya memberikan izin untuk ke Jatim. Jam 10.00 Ayu sudah sampai di rumah tantenya. Ayu yang kelihatan manis itu disambut dengan bahagia. “Eh…Ayu…sudah jadi cewek dewasa sekarang…tambah cantik aja ya…?”. Kata tantenya. Dengan perasaan yang penuh bahagia, Ayu hanya bisa menyuguhkan senyum manis dan perasaan asing di tempat tantenya itu.

Hari-hari berlalu dengan cepatnya, pelanggan semakin banyak saja. Selama setengah bulan sudah Ayu di rumah tantenya, banyak pria yang mengincarnya. Ayu bingung mulai merasa tidak nyaman di rumah tantenya. Suatu hari Ayu disuruh tantenya belanja kain di toko langganan tantenya dan secara kebetulan bertemu sahabat karibnya di Tsanawiyah Negeri Jateng dulu. Ngobrol-ngobrol lama banget melepas kerinduan karena lama tidak bertemu. Akhir-akhirnya teman Ayu menawarinya pekerjaan sebagai “baby sister” tapi tempatnya di Ponorogo. Ayu minta alamat rumah temannya itu dan keesokan harinya Ayu pamitan kepada tantenya untuk main ke rumah temannya. Tantenya mengizinkannya karena kebetulan toko tantenya juga tutup.

Ayu dan temannya itu datang ke alamat yang membutuhkan baby sister itu, akhirnya diterima di situ. setelah seminggu kemudian, karyawan tantenya sudah datang, ternyata tidak sampai satu bulan ia sudah kembali lagi, Ayu berpamitan kepada tantenya untuk pulang, sebenarnya tantenya merasa keberatan Ayu memutuskan untuk pergi. Dengan segala rayuan dan tawaran yang indah-indah diberikan kepada Ayu, tapi keputusan Ayu sudah bulat. Dia juga sudah mendapatkan pekerjaan baru sebagai penggantinya.
Awal yang merupakan tragedi dalam hidup Ayu, kehidupan dan pengalaman baru
yang membuat kewalahan membuat Ayu menjadi sering sakit-sakitan. Badan Ayu semakin kurus saja. Akhirnya Ayu mencari kos-kosan yang bisa dijadikan tempat melepaskan kejenuhan dan dari segala tekanan setelah bekerja jam 07.00 sampai 13.00 jadi ayu tetap bisa bekerja, dan belajar.

Satu tahun berlalu, pendaftaran mahasiswa baru dibuka. Uang Ayu sudah cukup untuk mendaftarkan di kampus swasta yang ada di Ponorogo. Ayu bahagia sekali dan minta izin tidak bekerja satu haru untuk izin pulang. Tapi bosnya merasa keberatan, jangan-jangan Ayu tidak mau bekerja di rumahnya lagi tapi Ayu meyakinkannya bahwa dia hanya izin satu hari saja karena kangen dengan keluarganya. Akhirnya bosnya mengizinkannya. Dengan merasa penuh bahagia Ayu menjalani hari-harinya.

Sampai di halaman rumah, Ayu berteriak dengan tanpa beban, Papa Ayu menyambutnya. Di susul Mamanya dari belakang.

”Ayu...gimana kabarmu nak...?”. Ayahnya bertanya dengan hampir tidak mampu diucapkannya, karena sudah lama berpisah dari anaknya yang nomor tiga ini.
“Papa...mama...Ayu kagen banget...”. Dengan suara haru Ayu hanya bisa menjawab dengan bahasa air mata. Ayu langsung diajak menuju ke meja makan. Dengan lahapnya dia makan masakan kesukaannya.
“Wah...Ayu sudah lama banget tidak makan masakan mama. Enak banget...!!”. Kata Ayu. Mamanya hanya bisa tersenyum dengan bahagia.
“Tapi ma...aku tidak bisa lama-lama di rumah seperti dulu. Nanti malam Ayu sudah harus kembali ke Ponorogo lagi”. Sambung Ayu.

Jumpa kangen dan tragedi yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari Ayu diceritakan semua. Tak habis-habisnya Ayu menceritakan perjuangannya untuk hidup di Ponorogo. Tanpa terasa waktu terus berlalu, tiba saatnya Ayu untuk berpamitan dan meninggalkan kampung kelahirannya.

”Yu...maafkan papa ya nak...? Gara-gara bangkrut Ayu harus menjalanai hidup seperti ini....”. Terlihat penyesalan Papanya dengan berkaca-kaca di matanya.
“Tidak apa-apa...pa...memang inilah jalan terbaik untuk Ayu. Ayah telah memilihkan Ayu kehidupan yang terbaik, dan Alloh lebih mengetahui segala-galanya. Aku cukup bahagia Ma....Pa..., karena aku masih mempunyai orang-orang yang mau menyayangi Ayu dengan tulus. Di dunia ini tidak ada yang lebih membahagiakan aku kecuali mendapatkan ridlomu dan kasih sayangmu...”. Jawab Ayu dengan perasaan tegas tapi bola matanya tidak bisa membohonginya, ia berkaca-kaca. Dengan perasaan iba Mamanya berusaha membendung air matanya yang hampir saja jatuh dan tak mampu untuk membendungnya.
“Hati-hati sayang..., dengan semangat dan tekat yang kuat, engkau menjadi orang yang sukses dan terkabulkan apa yang kamu cita-citakan, semoga Alloh meridloi langkahmu dan menjadikanmu orang yang mulia di sisi-Nya dan di masyarakat....Amien...”. Dengan mata berkaca-kaca pula, Mama Ayu mendoakannya.

“Amien...Semoga terkabulkan....”. Suara Ayu mengamini doa Mamanya dan dengan nada memohon dengan sungguh-sungguh kepada yang Maha Kuasa di atas segala-galanya.
Jam 05.00 Ayu sudah sampai di Ponorogo. Ia bersiap-siap untuk bekerja walaupun merasa capek, Ayu tidak patah semangat. Dijalaninya hari-harinya penuh bahagia walaupun dalam hatinya tidak bahagia.

“Ya Alloh, semoga hari ini aku lebih beruntung dari hari-hari sebelumnya, semoga hari ini lebih baik dari hari-hari yang telah aku lewati dan semoga Engkau menunjukkan dan membimbingku ke jalan yang benar dan Engkau ridloi. Berikanlah aku kemudahan ya Alloh untuk melangkah ke masa depan yang lebih cerah, sinar gemilang dan semoga kesuksesan mengiringi langkahku...Amien..”. Doanya di dalam hati.

Karena segala bentuk kesedihan dan kebahagiaan yang mewarnai harinya dan bahasa tangisan yang mampu mereda segala protes dalam hatinya, ia menganggap hidup ini bagai pohon. Ia berbuah manisnya pengalaman, berdaun cobaan, berbatang ujian, berakar tantangan, dan berbunga ketulusan menjalani hidup, menjadikan hidup ini penuh makna dan sangat berharga.

Di manapun tempat Ayu tinggal, karisma wajahnya selalu memancarkan pesona, menyejukkan suasana dan mengindahkan dunia. Tapi ia tak pernah merasa bahwa dirinya sebagai figur seorang wanita solihah yang banyak diidam-idamkan oleh banyak pria. Tapi sayang kehidupan belum begitu memihaknya dia harus rela menjalani hidup yang penuh duri ini. Sampai-sampai ia tidak sempat memikirkan pangeran impiannya karena sudah disibukkan dengan problema-problema yang warni-warni dalam kehidupannya. Tapi ia yaqin seyaqin-yakinnya jodoh sudah diatur oleh Alloh. Cukuplah cinta pertamanya sebagai pengalaman dalam kehidupannya, dan semoga Alloh mengirimkan pangeran impiannya yang lebih bisa nengerti dan lebih sempurna dari cinta pertamanya.

By : SITI INGANAH PAI 04

0 komentar:

Posting Komentar