Crew 23.04

CREW UKM PERS KM INSURI PONOROGO

KETUA UMUM :
Munir Ichwan
Sekretaris :
Nur Alim
Bendahara :
Citra Aesti

PIMPINAN REDAKSI :
Taufikul YusuVa

Editor : Maryana, Siti Inganah Reporter : Santi, Dwi K, Lulu, Haryanti Grafis: Sugeng Hariadi Fotografer : Bambang S Penerbitan : Sugeng R, Iswanto Distribusi : Mas'ud, Muryani, eka Tata Usaha : Navis, Wachid
Diterbitkan oleh :
Unit Kegiatan Mahasiswa PERS
Keluarga Mahasiswa INSURI PONOROGO
Pelindung :
Rektor INSURI PONOROGO
Penaggung Jawab :
Presiden BEM KM-INSURI

Baca Selanjutnya...
Artikel Utama 22.36

IMPLIKASI SOSIAL OLEH FEMINISME
Oleh : Sigit Budi Utomo

Gerakan Feminisme lahir dari sebuah ide yang di antaranya berupaya melakukan pembongkaran terhadap ideologi penindasan atas nama gender, pencarian akar ketertindasan perempuan, sampai upaya penciptaan pembebasan perempuan secara sejati. Feminisme adalah basis teori dari gerakan pembebasan perempuan.

Pada awalnya gerakan ini memang diperlukan pada masa itu, di mana ada masa-masa pemasungan terhadap kebebasan perempuan. Sejarah dunia menunjukkan bahwa secara umum kaum perempuan (feminin) merasa dirugikan dalam semua bidang dan dinomorduakan oleh kaum laki-laki (maskulin), khususnya dalam masyarakat yang patriachal sifatnya. Dalam bidang-bidang sosial, pekerjaan, pendidikan, dan lebih-lebih politik hak-hak kaum ini biasanya memang lebih inferior ketimbang apa yang dapat dinikmati oleh laki-laki, apalagi masyarakat tradisional yang berorientasi Agraris cenderung menempatkan kaum laki-laki di depan, di luar rumah dan kaum perempuan di rumah.
Situasi ini mulai mengalami perubahan ketika datangnya era Liberalisme di Eropa dan terjadinya Revolusi Prancis di abad ke-XVIII yang gemanya kemudian melanda Amerika Serikat dan ke seluruh dunia.

Suasana demikian diperparah dengan adanya fundamentalisme agama yang cenderung melakukan opresi terhadap kaum perempuan. Di lingkungan agama Kristen pun ada praktek-praktek dan kotbah-kotbah yang menunjang situasi demikian. Ini terlihat dalam fakta bahwa banyak gereja menolak adanya pendeta perempuan bahkan tetua-tetua jemaat pun hanya dapat dijabat oleh pria. Banyak kotbah-kotbah mimbar menempatkan perempuan sebagai mahluk yang harus ´tunduk kepada suami!´ dalam Efesus 5:22 dengan menafsirkannya secara harfiah dan tekstual seakan-akan mempertebal perendahan terhadap kaum perempuan itu.

Efesus 5:22 Hai isteri, (tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan)
Dari latar belakang demikianlah di Eropa berkembang gerakan untuk "menaikkan derajat kaum perempuan" tetapi gaungnya kurang keras. Baru setelah di Amerika Serikat terjadi revolusi sosial dan politik, perhatian terhadap hak-hak kaum perempuan mulai mencuat. Di tahun 1792 Mary Wollstonecraft membuat karya tulis berjudul “Vindication of the Right of Woman” yang isinya dapat dikata meletakkan dasar prinsip-prinsip feminisme dikemudian hari. Pada tahun-tahun 1830-1840 M sejalan terhadap pemberantasan praktek perbudakan, hak-hak kaum prempuan mulai diperhatikan. Jam kerja dan gaji kaum ini mulai diperbaiki dan mereka diberi kesempatan ikut dalam pendidikan dan diberi hak pilih. Sesuatu yang selama ini hanya dinikmati oleh kaum laki-laki.

Gerakan perempuan atau feminisme berusaha untuk berjalan terus. Sekalipun sudah ada perbaikan-perbaikan, kemajuan yang dicapai gerakan ini terlihat banyak mengalami halangan. Di tahun 1967 dibentuklah “Student for a Democratic Society” (SDS) yang mengadakan konvensi nasional di Ann Arbor kemudian dilanjutkan di Chicago pada tahun yang sama, dari sinilah mulai muncul kelompok “feminisme radikal” dengan membentuk “Women´s Liberation Workshop” yang lebih dikenal dengan singkatan “Women´s Lib.”. Women´s Lib. mengamati bahwa peran kaum perempuan dalam hubungannya dengan kaum laki-laki dalam masyarakat kapitalis terutama Amerika Serikat tidak lebih seperti hubungan yang dijajah dan penjajah. Di tahun 1968 kelompok ini secara terbuka memprotes diadakannya “Miss America Pegeant” di Atlantic City yang mereka anggap sebagai pelecehan terhadap kaum wanita dan komersialisasi tubuh perempuan. Gema pembebasan kaum perempuan ini kemudian mendapat sambutan di mana-mana di seluruh dunia.

Gerakan ini adalah i’tikad baik kaum perempuan, dan semestianya mendapat dukungan bukan saja dari kaum perempuan tetapi juga seharusnya dari kaum laki-laki, tetapi mengapa kemudian banyak kritik diajukan kepada mereka?
Pekerjaan sosial feminis adalah satu bentuk praktek pekerjaan sosial yang memperhatikan ketidakadilan gender dan penghapusannya sebagai titik awal untuk memberdayakan wanita, baik sebagai individu, kelompok, anggota organisasi maupun masyarakat; dan berjuang untuk meningkatkan kesejahteraan wanita sebagaimana mereka mendefinisikannya (lihat Dominelli, 2002).

Berpijak pada pengalaman-pengalaman realitas wanita dan menggunakan penelitian yang membuktikan adanya diskriminasi ekstensif dan sistematis terhadap wanita, tujuan pekerjaan sosial feminis adalah membangun relasi pertolongan berdasarkan nilai-nilai egaliter yang memungkinkan wanita mengembangkan sumber-sumber, keahlian-keahlian dan keyakinan-keyakinanya dalam mengontrol dan menentukan kehidupannya.
Selain itu, adanya pandangan yang cenderung tidak setuju dengan penggunaan ‘isme-isme’ (seperti seksisme, rasisme, heteroseksisme) sebagai isue utama ketidakadilan dan penindasan, juga turut memperlemah pengaruh feminisme terhadap pekerjaan sosial. Pada tahun 1993, media massa di Amerika Serikat menyebut ‘isme-isme’ tersebut sebagai ‘lunatic tendencies’ dalam pekerjaan sosial. Selain mendesak untuk menggantinya dengan istilah yang lebih tepat, mereka juga menuntut diterapkannya kebijakan-kebijakan affirmatif yang lebih luas menjangkau segala bentuk diskriminasi. Di beberapa universitas, pusat-pusat kajian yang tadinya bernama ‘Race Equality Units’ dan ‘Women’s Units’ berganti dengan ‘Equality Units’ yang dipandang lebih menjamin kesempatan yang sama bagi semua pihak (Dominelli, 2002:102).

Namun demikian, meskipun terdapat sejumlah tantangan terjal yang menghambat perkembangan pekerjaan sosial feminis, beberapa kemajuan juga telah dicapai sejak dimasukannya unsur pembelaan terhadap wanita ke dalam kurikulum pekerjaan sosial. Teori feminis telah meningkatkan pengakuan bahwa wanita memiliki beban berat ‘welfare work’ dan karenanya mengharuskan adanya dekonstruksi pada lembaga-lembaga pelayanan sosial yang oppressive dan sexist dan menggantinya dengan lembaga-lembaga pelayanan sosial alternatif, termasuk paraktek pekerjaan sosial yang berpusat wanita (women-centred practice) (Gibbs, 2001).

Menurut Dominelli (2002:100-101), pengaruh feminisme terhadap pekerjaan sosial dapat dilihat dari semakin semaraknya isue-isue feminis mewarnai kurikulum di universitas-universitas; lembaga-lembaga pelayanan sosial; serta proses pengajaran dan relasi kerjasama dalam kuliah-kuliah, apakah antara sesama mahasiswa, antara mahasiswa dan dosen atau antara sesama dosen. Menurut Dominelli, feminisme telah:
1. Mempertanyakan dasar epistemologis pengetahuan, dalam teori maupun praktek pekerjaan sosial, serta menggarisbawahi ketidakmunculan pengalaman wanita dalam pendekatan tradisional (positivisme) ilmu sosial, termasuk pekerjaan sosial.
2. Mengekspose penggunaan bahasa sebagai cara menempatkan manusia dan menunjukkan adanya dominasi relasi, serta bagaimana merubahnya.
3. Menantang penggunaan metode-metode praktek dan teknik-teknik pengajaran yang cenderung menimbulkan peserta didik pasif. Mengusulkan agar metode dan teknik itu diganti dengan pendekatan-pendekatan yang lebih partisipatoris.
4. Menolak metodologi penelitian yang ‘buta gender’ dan merekonstruksinya dengan metodologi penelitian yang mengakui pengalaman wanita, serta lebih menekankan relasi aktif antara peneliti dan subjek penelitian.

Pengaruh teori feminis terhadap pekerjaan sosial terutama sangat kentara pada bidang penelitian pekerjaan sosial yang merupakan fondasi pengembangan teori dan praktek pekerjaan sosial. Feminisme adalah satu body of knowledge (epistemology) yang turut membentuk penelitian pekerjaan sosial, selain positivisme (scientific empirism), heurisme (naturalistic inquiry), dan postmodernism (Gibbs, 2001).
Penelitian pekerjaan sosial pada awalnya sering melibatkan survey skala besar dan membahas faktor-faktor struktural yang mempengaruhi kebutuhan dan masalah. Saat ini, fokusnya lebih spesifik membahas efektifitas berbagai metode pekerjaan sosial; analisis dinamika dan makna relasi pertolongan; serta politik identitas dan kinerja lembaga swasta.
Pengaruh teori feminis terhadap pekerjaan sosial belum sekuat yang diharapkan, karena kurang mendapat dukungan luas dari wanita dan laki-laki yang selama ini memiliki privilege. Namun demikian, sejalan dengan adanya clash about welfare dan paradigm shift dalam diskursus pekerjaan sosial, perspektif feminis telah menancapkan pengaruhnya dalam bidang praktek pekerjaan sosial, baik pada aras mikro, mezzo, maupun makro. Pekerjaan sosial feminis memfokuskan pada peningkatan keberdayaan ‘klien’ sebagai penerima pelayanan pekerjaan sosial dan berupaya merealisasikan kesejahteraan mereka sesuai dengan kemampuan dan aspirasinya. Tiga teori arus utama feminis: liberal, radikal dan sosialis memberi kontribusi dalam memperkaya khazanah dan pendekatan praktek pekerjaan sosial: terapi individu, kelompok, komunitas, organisasi, analisis kebijakan sosial, dan penelitian pekerjaan sosial.

Baca Selanjutnya...
Artikel Lepas 22.01

KRITIK TAK BERSOLUSI
Oleh : Mariana
ARTI PENTING SEBUAH TUJUAN HIDUP
Oleh : Taufik Y
PELIT SEBAGAI PELITA
Oleh : Askana Fikriana
___________________________________________

KRITIK TAK BERSOLUSI
Oleh : Mariana
“Ora gampang wong urip, yen tan weruh urip ira, uripe padha lan kebo, angur kebo daging ira kalal yen pinangana, pan menusa dagingipun, yen pinangan mesti karam”. Tidak mudahlah orang itu hidup, bila tiada tahu akan hakikat hidupnya, samalah hidupnya dengan kerbau, bahkan kerbau lebih berharga daging-dagingnya halal dimakan, sedangkan daging-daging manusia bila dimakan pasti haram. Manusia membuat sesuatu, atau memakai sesuatu untuk mencapai tujuannya. Sedangkan belum banyak manusia sadar akan sangkaning urip lan jatining urip. Sibuk dengan dirinya dan materi-materi yang menjanjikan kenikmatan dunia. Sampai-sampai manusia lupa akan jati dirinya sebagai makhluk sosial. Sejumlah pertanyaanpun muncul, Apakah manusia ? Apa tujuan yang ingin dicapai? Taukah arti hidupnya? Dan berjuta pertanyaan lain di benak dan pertanyaan bagi kita. Siapakah yang bisa menjawab dari setiap kalimat yang terucap dari benak manusia itu?

Dalam tata kemasyarakatan, setiap manusia memiliki kedudukan yang sama dalam hukum formalnya. Namun ucapan dan tulisan yang menyatakan setiap orang memiliki hak dan kewajiban yang sama dari dalam hukum dan pemerintahan. Sudahkah mutlak terealisasi nyata dalam lapangan kemasyarakatan, khususnya masyarakat Indonesia? Banyak sekali contoh yang bisa menjawab dari setiap pertanyaan-petanyaan yang muncul. Namun jawaban itu tergantung dari diri manusia itu sendiri, bagaimana mengakses dan merealisasikan apa yang mereka dapat, baik dari lingkungan luar maupun lingkungan dalam. Salah satu contoh jika ada kerusakan di jalan raya atau sarana dan pra sarana umum, banyak orang yang punya daya akses kritis dengan keadaan itu. Namun kesadaran upaya masih sangat langka sekali. Banyak sekali orang-orang pintar dan cerdas, saran dan kritik pun sudah disediakan tempat untuk menampungnya. Sarana dan pra sarana untuk menampung aspirasi pun mengalami perbaikan dan kemajuan seiring perkembangan zaman. Hubungan Pemerintah dan masyarakat semakin mudah dijangkau, antara keduanya semakin mudah untuk saling mengingatkan seiring munculnya demokrasi. Dengan kemudahan yang ada, masyarakat semakin bebas kritis pada apa yang ada di lingkungannya. Namun kesadaran dalam upaya masih jarang sekali nampak dan terealisasi. Yang sangat memprihatinkan bahwa setiap orang bebas bicara dan mengekspresikan andrenalinnya. Namun apa guna tanpa adanya upaya perbaikan apa yang mereka kritisi.

Pandangan tentang suatu masalah sering kali dinilai dari satu arah. Ucapan dan kritik mudah sekali muncul terlontar dari orang untuk diri orang lain. Namun untuk diri sendiri masih sangatlah sulit. Kritis tak bersolusi selalu membayangi hampir setiap permasalahan yang ada. Kritis memang sangat dibutuhkan. Dan daya kritis seringkali dipupuk pada diri seseorang. Daya kritis dan kebebasan pun sudah diatur dalam UU bahkan dalam agama pun juga telah diatur secara jelas. Kebebasan pada setiap orang boleh digunakan dan itu tak melanggar hak. Namun jangan salah pandang. Kebebasan yang bagaimana itu juga harus jadi pertimbangan kita. Bebas yang berarah dan bertanggung jawab itulah kebebasan yang santun. Jadi pemahaman tentang diri sendiri dan semua masalah yang ada sangat perlu dipelajari agar bisa menjadi orang yang bebas bertanggung jawab. Bukan kritis yang tak bersolusi. Mau mengkritik tetapi tidak mau memberi perubahan. Sadar diri lebih baik dari pada mengkritik yang menyakitkan.
___________________________________________


ARTI PENTING SEBUAH TUJUAN HIDUP
Oleh : Taufik Y

Jika sekarang diibaratkan kita sedang berjalan di tengah hutan belantara yang gelap gulita, maka tujuan hidup kita bagai lentera yang sinarnya berkilau dari kejauhan. Dengan susah payah kita akan menuju lentera itu karena hanya itu yang kita lihat. Kita tidak peduli dengan apa yang menghadang di depan kita. Ada kalanya kaki kita tertusuk duri atau tersandung batu, namun kita terus melangkah. Ada kalanya kita terperosok ke dalam jurang, namun kita akan naik lagi dan terus melangkah. Ada kalanya tiba-tiba tembok yang tinggi menjulang berdiri kokoh di hadapan, namun kita akan tetap memanjat dan melewatinya. Setelah melihat sinar lentera itu, kita terus menuju ke arahnya.

Dengan perjuangan yang panjang, akhirnya kita dapat mencapai lentera itu. Setelah lentera ada di tangan, kita pun melihat cahaya lentera lain yang kilau cahayanya lebih besar. Dengan diterangi lentera tadi, kita melanjutnya perjalanan menuju ke arahnya, begitu seterusnya sampai akhirnya menuju ke sumber dari segala sumber cahaya, mencapai pencerahan jiwa dan mengetahui hakikat hidup yang sesungguhnya untuk kemudian menggapainya.

Tanpa cahaya lentera, kita tak bisa melihat apa-apa; yang ada hanya kegelapan. Tanpa cahaya lentera, kita tak akan tahu harus melangkah ke mana. Tanpa cahaya lentera, kita akhirnya akan berjalan dalam kehampaan dan hanya menunggu waktu tubuh ini lapuk dimakan usia sebelum akhirnya mati menyatu dengan tanah.

Donald H. Weiss dalam bukunya, “How to Control Your Life Through Self Management” atau yang dalam edisi Indonesia diberi judul “Hidup Teratur”, memberikan beberapa kata kunci kaitannya dengan “tujuan hidup” sebagai berikut :

* Tujuan C suatu titik akhir yang Anda ingin capai sebagai hasil akhir/produk akhir dari upaya Anda. Suatu pembayaran dari dan untuk upaya Anda.
* Sasaran C suatu langkah menuju pencapaian suatu tujuan, suatu tonggak, tujuan antara; suatu ukuran dari keberhasilan Anda dalam mencapai tujuan akhir dari upaya Anda.
* Pernyataan tujuan C ekspresi hasil yang diharapkan, entah itu berupa tujuan akhir atau sasaran; pernyataan itu terdiri dari target, batas waktu, dan sarana atau kondisi yang mempengaruhi pencapaian hasil.

Jadi kalau disederhanakan, hendaknya kita punya tujuan-tujuan kecil (tujuan antara) yang akan mengantarkan kita pada pencapaian tujuan tertinggi hidup kita. Dan yang jelas tujuan itu harus jelas, realistis, memiliki batas waktu pencapaian sebagai ukuran keberhasilan dan memiliki antisipasi terhadap kemungkinan adanya hambatan karena hidup ini penuh tantangan. Setelah mencapai tujuan antara tersebut, kita harus terus melangkah untuk mencapai tujuan yang lebih besar. Begitu seterusnya hingga kita mencapai tujuan hidup kita yang teragung.
Dengan adanya tujuan hidup yang jelas, kita bisa melangkah dengan pasti tak peduli seganas apapun jalan yang harus dilalui. Banyak kisah yang dapat kita baca, yang mana seseorang rela menjadi seorang office boy, namun beberapa tahun kemudian kita mengenalnya sebagai seorang dosen, trainer, pengusaha, dan juga motivator. Atau seseorang yang mau menjadi seorang salesman jalanan yang harus mengetuk pintu-pintu dan ribuan kali ditolak, namun beberapa tahun kemudian kita mengenalnya sebagai praktisi bisnis, investor, dan pendidik yang karya-karyanya menginspirasi jutaan manusia di dunia. Tujuan hidup yang mengkristal membuat kita tetap beroleh cahaya walau dunia kita seakan-akan sedang gelap gulita. Dan ketika mentari bersinar kita akan tersenyum bahagia karena menyadari kita masih berada di jalan yang kita tuju. Tidak seperti mereka yang hidup tanpa tujuan, setelah mendapati jalannya berujung semak belukar, mereka berbalik arah mencari jalan lain yang lebih mudah padahal jalan yang baru itu tak berujung. Atau mereka yang mendaki tangga, setelah lama nian mendaki tingkat demi tingkat, sampai di atas baru mereka sadar tenyata tangga yang mereka daki bersandar di dinding yang salah.

Segera tetapkan tujuan hidup Anda dan bergeraklah untuk meraihnya.
__________________________________________

PELIT SEBAGAI PELITA
Oleh : Askana Fikriana

Mungkin anda akan bilang kalau kata-kata di atas adalah salah dan tidak boleh dikatakan. Ya, jelaslah, wong pelit kok dijadikan pelita?, tapi tunggu dulu, jangan berfikir kalau ungkapan atau kata-kata di atas adalah sebagai patokan atau semacam peribahasa yang notabennya merupakan hal-hal yang baik dan positif yang dapat dijadikan pemacu semangat untuk menggapai sesuatu. Seperti peribahasa ”Sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit”, yang maksudnya pasti sudah tahu kan !!!.

Coba kita melihat pada diri kita atau sekitar kita, sudahkah kita terlepas dari ”pelit”, atau tepatnya dari sifat pelit. Buat sebagian besar kalangan, tentu mereka tidak mau dibilang pelit. Tentu dong !. Tapi kalau kita tidak mau dibilang pelit, kenapa kita masih sering berfikir dua kali untuk saling membantu? Misalnya, ada orang yang meminta bantuan kepada kita, entah itu berupa bantuan jasa ataupun materi, kita sering dengan berbagai alasan untuk menolak memberi bantuan (tentunya kita mampu dalam melakukannya), dan tentunya dengan sikap dan tutur bahasa menolak yang manis agar orang yang meminta bantuan kepada kita tidak sakit hati. (wah, bilang soal sakit hati, tentu tak bisa ditebak, yang jelas penolakan ini akan membuat kecewa).

Padahal mamberi bantuan kepada mereka yang membutuhkan merupakan suatu kesempatan besar. Lho kok ? Kesempatan besar macam apa ? Kalau bisa diambil suatu arti, jika kita masih dimintai bantuan oleh orang lain, berarti kita masih dihargai dan menjadi orang berharga. Ini merupakan suatu kehormatan yang tiada tara. Pernahkah kita berfikir, masih bergunakah kita untuk orang lain ? Coba ita mengingat dalam satu hari berapa kali kita berguna untuk orang lain? Sepuluh kali, delapan kali, lima kali, atau tidak sama sekali? Jadi maukah kita kehilangan kesempatan besar ini?.

Bilang soal pelit, pelit itu tidak hanya soal materi, tapi juga soal waktu. Pelit waktu sama artinya dengan tidak bisa membagi waktu. Soal ini lebih menerangi hari-hari kita layaknya sebagai pelita. Sudah berapa banyak orang yang kita kecewakan? Kecewa karena kita tidak bisa membagi waktu. Sudah berapa banyak waktu yang terbuang sia-sia? Untuk melamun, menghayal, ngobrol (yang tentu saja ngobrol hal yang tidak penting), untuk tidur melulu, dan lain-lain, Siapa yang rugi? Pelit waktu inipun menjadi penyakit, yang tanpa disadari akan membunuh kreativitas kita. Contohnya, waktu kita tidak ikut rapat-rapat UKM, tidak mau menghadiri perkumpulan organisasi, tidak bisa ini, itu, karena berbagai alasan ini, itu pula.

Intinya kenapa saya sebut pelit sebagai pelita, karena sikap pelit ini masih menyelimuti hari-hari kita. Baik itu pelit materi, maupun pelit non-materi. Memang selama ini kita tidak sadar atau malah tidak mau sadar dengan hal ini?

Jadi harapannya setelah membaca rubrik ini, kita akan menjadi ringan tangan, menjadi orang yang lebih berguna serta yang tidak boleh terlupa yaitu selalu siap dan sedia untuk mengikuti setiap acara yang ada di UKM (termasuk kalau diminta untuk kumpul rapat). Juga selalu aktif di setiap kegiatan atau organisasi yang kita ikuti. So, janganlah kita hanya sebagai (AI) alias Angka Ikut saja. Apa tidak malu, berpelitakan pelit ? Enakan berpelitakan cahaya, ya nggak ?.

Baca Selanjutnya...
Resensi 21.53

FENOMENOLOGI PSIKOLOGI WANITA
Judul buku : Wania Versus Wanita
Penulis : Georges Tarabishi
Penerbit : MIZAN PUSTAKA
Tebal : 318 halaman

Bagi kita, psikologi adalah sesuatu yang tidak asing lagi untuk dibaca dan didengar. Dalam buku “Wanita Versus Wanita” ini ada sedikit perbedaan tentang psikologi wanita yang membuat kita tertarik untuk membacanya lembar demi lembar dari awal hingga akhir, yang tidak menyisakan satu lembarpun. Lalu apa kelebihan isi dari buku ini?

Pertama, buku ini berisi tentang psikologi alam bawah sadar wanita yang belum pernah diungkapkan pada buku psikologi lainnya. Dalam buku ini seorang wanita digambarkan seperti seorang yang penuh permusuhan yang bergejolak terhadap pria, sedangkan pria diibaratkan sebagai orang yang kejam dan penjajah terhadap kaum wanita.

Kedua, buku ini berisi tentang pembelaan terhadap kaum wanita dan penyetaraan gender. Setidaknya buku ini dapat dijadikan salah satu bacaan bagi informator tentang gender yang mengisue dan menghangat sejak tahun 2000.

Ketiga, buku ini berisi tentang jawaban Nawal El-Sadawi atas kritik para kritikus, jawaban yang tegas dan dengan berbagai alasan untuk memperkuat feat-upnya. Cetakan pertama buku ini adalah pada tahun 2001. Novel karangan Nawal El-Sadawi tentang psikologi alam bawah sadar wanita dikritik oleh Georges Tarabishi sebagai karya autobiografi, karena subjek yang digunakan adalah penulis sendiri yaitu mengisahkan seorang dokter dan mahasiswi. Sedangkan Nawal El-Sadawi sendiri adalah mahasiswi Fakultas Kedokteran di Mesir. Paling tidak dia mengisahkan dirinya sendiri juga.
Kemudian dijawab oleh Nawal El-Sadawi bahwa karya itu terserah pengarang, yang penting karyanya itu tidak ada sangkut pautnya dengan biografinya alias bukan autobiografi.


Nadhoirul Ahsani
Temen PERS, PBA 04

Baca Selanjutnya...
Cerpen 21.47

SEKELUMIT TENTANG AYU…
Gemercik air mata langit tak kunjung reda, hembusan malam yang semakin menusuk di jiwa ditambah kabut-kabut kekecewaan yang menyelimuti hatinya. Terlihatlah seorang gadis sederhana yang terdiam seribu bahasa sedang merenungi nasibnya di sudut jendela kamarnya. Gadis itu namanya Ayu Tri Atmaja, putri ketiga Pak Atmaja seorang pengusaha di Sragen Jawa Tengah.

Pak Atmaja dulunya pengusaha sukses tetapi dengan saingan-saingan bisnisnya Pak Atmaja tertipu dan akhirnya perusahaannya bangkrut. Ayu yang dulunya hidup serba mewah dan ada, kini ia harus menerima kenyataan dengan hidup pas-pasan dan sangat sederhana. Terlihat di wajah ayu kekecewaan yang amat dalam. Padahal ia seharusnya mendaftarkan diri di bangku perkuliahan. Tapi kondisinya seperti ini, Ayu hanya bisa diam dan diam. Akhirnya dengan keputusan berat dan dianggapnya terberat tetapi ia harus memilihnya, yaitu untuk berhenti satu tahun untuk mencari biaya kuliahnya.
“Ma…Ayu tidak kuliah dulu ya ? Ayu ingin mencari biaya untuk daftar kuliah nantinya …”. Keluarlah dari mulut Ayu dan dengan nada pelan. “Terserah kamu sayang, mama tidak bisa berbuat banyak, hanya doa dan ridlo yang dapat mama berikan”. Terlihatlah ekspresi wajah mamanya yang penuh keibuan. Dengan langkah yang lemah gemulai ayu mendekati mamanya dan menciumnya. “Makasih ma…Engkaulah cahayaku tempat aku bersandar, di saat yang gelap ini, hatiku bagaikan mendapatkan sinar dan menuntunku ke jalan yang lebih terang. Sekali lagi…makasih ya ma…”. Ujar Ayu. Dengan mencium tangan mamanya yang halus dan penuh perasaan kasih sayang. “Ayu tidur dulu ya Ma…”. Ayu berkata lagi.
“Ya ayu…”. Jawab mamanya.

Jam terus berputar dengan jarumnya, hari berganti dengan cepatnya, bulan berlalu begitu saja, berhari-hari Ayu berusaha mencari-cari pekerjaan di Jateng, tapi takdir belum memihaknya. Ayu menyerah, tiap hari hanya makan dan tidur, tidak ada kegiatan yang lebih berarti, karena Ayu kelihatan pengangguran lama-lama Ayah Ayu jengkel juga dan mengarahkan Ayu untuk membantu ayahnya dengan sedikit penghasilan tapi tidak mencukupi kebutuhan sehari-harinya. Ayu mogok…dan memilih di rumah saja…
Karena Ayu terlihat pengangguran, tiba-tiba Ayu dilamar oleh anak pengusaha saingan bisnis papanya dahulu. Tentu saja Ayu tidak menerima lamaran itu. Dan memang Ayu belum memikirkan untuk melangkah ke jenjang pernikahan. Ia ingin mencari ilmu dan pengalaman. Lamaran itu dibatalkan dengan sangat sopan. Tanpa melukai para pria itu dan bisa memaklumi keputusan Ayu itu, karena Ayu tidak menerima lamaran itu. Papa dan Mamanya selalu mengarahkan bagaimana caranya agar Ayu tidak menjadi pengangguran. Segala usaha telah dilakukan untuk membujuk Ayu agar bisa berpikir dewasa dan mandiri.
Tiba-tiba malam itu ada telpon dari tantenya yang ada di Jatim, tantenya sangat membutuhkan tenaga kerja karena karyawannya minta cuti satu bulan untuk pulang ke kampung halamannya. Pagi-pagi benar, Ayu sudah siap untuk ke Jatim dengan segala keberanian untuk melangkah lebih mandiri. Ayu berpamitan kepada Mama dan Papanya.
“Ma…pa…Ayu ke Jatim ya…? Dan ayu mohon ridlo dari Mama dan Papa…”. Ucap Ayu sambil bersalaman kepada kedua orang tuanya. Sebenarnya Papa dan Mamanya berat untuk melepaskannya, tapi dengan terpaksa papa dan mamanya memberikan izin untuk ke Jatim. Jam 10.00 Ayu sudah sampai di rumah tantenya. Ayu yang kelihatan manis itu disambut dengan bahagia. “Eh…Ayu…sudah jadi cewek dewasa sekarang…tambah cantik aja ya…?”. Kata tantenya. Dengan perasaan yang penuh bahagia, Ayu hanya bisa menyuguhkan senyum manis dan perasaan asing di tempat tantenya itu.

Hari-hari berlalu dengan cepatnya, pelanggan semakin banyak saja. Selama setengah bulan sudah Ayu di rumah tantenya, banyak pria yang mengincarnya. Ayu bingung mulai merasa tidak nyaman di rumah tantenya. Suatu hari Ayu disuruh tantenya belanja kain di toko langganan tantenya dan secara kebetulan bertemu sahabat karibnya di Tsanawiyah Negeri Jateng dulu. Ngobrol-ngobrol lama banget melepas kerinduan karena lama tidak bertemu. Akhir-akhirnya teman Ayu menawarinya pekerjaan sebagai “baby sister” tapi tempatnya di Ponorogo. Ayu minta alamat rumah temannya itu dan keesokan harinya Ayu pamitan kepada tantenya untuk main ke rumah temannya. Tantenya mengizinkannya karena kebetulan toko tantenya juga tutup.

Ayu dan temannya itu datang ke alamat yang membutuhkan baby sister itu, akhirnya diterima di situ. setelah seminggu kemudian, karyawan tantenya sudah datang, ternyata tidak sampai satu bulan ia sudah kembali lagi, Ayu berpamitan kepada tantenya untuk pulang, sebenarnya tantenya merasa keberatan Ayu memutuskan untuk pergi. Dengan segala rayuan dan tawaran yang indah-indah diberikan kepada Ayu, tapi keputusan Ayu sudah bulat. Dia juga sudah mendapatkan pekerjaan baru sebagai penggantinya.
Awal yang merupakan tragedi dalam hidup Ayu, kehidupan dan pengalaman baru
yang membuat kewalahan membuat Ayu menjadi sering sakit-sakitan. Badan Ayu semakin kurus saja. Akhirnya Ayu mencari kos-kosan yang bisa dijadikan tempat melepaskan kejenuhan dan dari segala tekanan setelah bekerja jam 07.00 sampai 13.00 jadi ayu tetap bisa bekerja, dan belajar.

Satu tahun berlalu, pendaftaran mahasiswa baru dibuka. Uang Ayu sudah cukup untuk mendaftarkan di kampus swasta yang ada di Ponorogo. Ayu bahagia sekali dan minta izin tidak bekerja satu haru untuk izin pulang. Tapi bosnya merasa keberatan, jangan-jangan Ayu tidak mau bekerja di rumahnya lagi tapi Ayu meyakinkannya bahwa dia hanya izin satu hari saja karena kangen dengan keluarganya. Akhirnya bosnya mengizinkannya. Dengan merasa penuh bahagia Ayu menjalani hari-harinya.

Sampai di halaman rumah, Ayu berteriak dengan tanpa beban, Papa Ayu menyambutnya. Di susul Mamanya dari belakang.

”Ayu...gimana kabarmu nak...?”. Ayahnya bertanya dengan hampir tidak mampu diucapkannya, karena sudah lama berpisah dari anaknya yang nomor tiga ini.
“Papa...mama...Ayu kagen banget...”. Dengan suara haru Ayu hanya bisa menjawab dengan bahasa air mata. Ayu langsung diajak menuju ke meja makan. Dengan lahapnya dia makan masakan kesukaannya.
“Wah...Ayu sudah lama banget tidak makan masakan mama. Enak banget...!!”. Kata Ayu. Mamanya hanya bisa tersenyum dengan bahagia.
“Tapi ma...aku tidak bisa lama-lama di rumah seperti dulu. Nanti malam Ayu sudah harus kembali ke Ponorogo lagi”. Sambung Ayu.

Jumpa kangen dan tragedi yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari Ayu diceritakan semua. Tak habis-habisnya Ayu menceritakan perjuangannya untuk hidup di Ponorogo. Tanpa terasa waktu terus berlalu, tiba saatnya Ayu untuk berpamitan dan meninggalkan kampung kelahirannya.

”Yu...maafkan papa ya nak...? Gara-gara bangkrut Ayu harus menjalanai hidup seperti ini....”. Terlihat penyesalan Papanya dengan berkaca-kaca di matanya.
“Tidak apa-apa...pa...memang inilah jalan terbaik untuk Ayu. Ayah telah memilihkan Ayu kehidupan yang terbaik, dan Alloh lebih mengetahui segala-galanya. Aku cukup bahagia Ma....Pa..., karena aku masih mempunyai orang-orang yang mau menyayangi Ayu dengan tulus. Di dunia ini tidak ada yang lebih membahagiakan aku kecuali mendapatkan ridlomu dan kasih sayangmu...”. Jawab Ayu dengan perasaan tegas tapi bola matanya tidak bisa membohonginya, ia berkaca-kaca. Dengan perasaan iba Mamanya berusaha membendung air matanya yang hampir saja jatuh dan tak mampu untuk membendungnya.
“Hati-hati sayang..., dengan semangat dan tekat yang kuat, engkau menjadi orang yang sukses dan terkabulkan apa yang kamu cita-citakan, semoga Alloh meridloi langkahmu dan menjadikanmu orang yang mulia di sisi-Nya dan di masyarakat....Amien...”. Dengan mata berkaca-kaca pula, Mama Ayu mendoakannya.

“Amien...Semoga terkabulkan....”. Suara Ayu mengamini doa Mamanya dan dengan nada memohon dengan sungguh-sungguh kepada yang Maha Kuasa di atas segala-galanya.
Jam 05.00 Ayu sudah sampai di Ponorogo. Ia bersiap-siap untuk bekerja walaupun merasa capek, Ayu tidak patah semangat. Dijalaninya hari-harinya penuh bahagia walaupun dalam hatinya tidak bahagia.

“Ya Alloh, semoga hari ini aku lebih beruntung dari hari-hari sebelumnya, semoga hari ini lebih baik dari hari-hari yang telah aku lewati dan semoga Engkau menunjukkan dan membimbingku ke jalan yang benar dan Engkau ridloi. Berikanlah aku kemudahan ya Alloh untuk melangkah ke masa depan yang lebih cerah, sinar gemilang dan semoga kesuksesan mengiringi langkahku...Amien..”. Doanya di dalam hati.

Karena segala bentuk kesedihan dan kebahagiaan yang mewarnai harinya dan bahasa tangisan yang mampu mereda segala protes dalam hatinya, ia menganggap hidup ini bagai pohon. Ia berbuah manisnya pengalaman, berdaun cobaan, berbatang ujian, berakar tantangan, dan berbunga ketulusan menjalani hidup, menjadikan hidup ini penuh makna dan sangat berharga.

Di manapun tempat Ayu tinggal, karisma wajahnya selalu memancarkan pesona, menyejukkan suasana dan mengindahkan dunia. Tapi ia tak pernah merasa bahwa dirinya sebagai figur seorang wanita solihah yang banyak diidam-idamkan oleh banyak pria. Tapi sayang kehidupan belum begitu memihaknya dia harus rela menjalani hidup yang penuh duri ini. Sampai-sampai ia tidak sempat memikirkan pangeran impiannya karena sudah disibukkan dengan problema-problema yang warni-warni dalam kehidupannya. Tapi ia yaqin seyaqin-yakinnya jodoh sudah diatur oleh Alloh. Cukuplah cinta pertamanya sebagai pengalaman dalam kehidupannya, dan semoga Alloh mengirimkan pangeran impiannya yang lebih bisa nengerti dan lebih sempurna dari cinta pertamanya.

By : SITI INGANAH PAI 04

Baca Selanjutnya...
PUISI 20.55


..:: DI PUNCAK GUNUNG LAWU ::..
Ke arah mana angin meniup
pucuk-pucuk cemara
membawa malam pegunungan
dalam jiwa kembaraku

Di manakah akhir perjalanan
memburu musim menjelajah rimba waktu
di manakah batas akhir perburuan
menyusuri kegelapan ruang jiwa
yang tak henti mengemban
dosa kelahiran

Tak satu pun kutemui kebenaran
hingga aku bertambah yakin
segala yang fana
bermuara padamu jua

By: Taufik YusuVa
________________________________________
IMPIAN
Gesekan musik ilalang
Menusuk batinku yang lengang
Impian dalam hayalan
Menghilang bersama kebisuan

Lentik jari menari-nari
Bagai penari yang sejati
Tanpa disadari
Dia di atas belati

Ku terus berkarya dalam kertas hitam
Yang selamanya akan kelam
Imajinasi sekedar bayangan
Yang hilang bila tiada sinar

Ingin menjerit sepenuh tenaga
Seraya dunia bergetar
Tiada arti teriak dalam belanga
Semutpun ! tak mendengar

Tapi sebuah jendela
Membukakan jalan baginya
Tak selamanya tanah di bawah
Dengan keagungan-Nya
Dia bisa berubah
By : Siti Inganah

________________________________________
ENGKAU
Engkaulah getar pertama
Yang meruntuhkan gerbang
Tak berujung ku mengenal hidup
Engkaulah tetes embun pertama
Yang menyesatkan dahagaku
Dalam cinta tak bermoral
Engkaulah matahari firdausku
Yang menyinari kota pertama
Dicakrawala aksara
Gerakmu tiada pasti, namun aku
Tetap disini menunggumu entah sampai kapan
(Tanpa identitas)

________________________________________
BAYANGAN KELABU
Berlari bak tertiup angin badai
Hingga sampai ke suatu tempat
Berhamburan dimuka bumi
Memperlihatkan apa yang tak terlihat

“Kembalilah !!”. Aku meninggikan nada
Terbukanya alam semesta
Indahnya panorama yang tiba-tiba
Bersinarkan sang mentari senja

Ku terpana oleh indahnya
Ku berjalan hingga tepiannya
Tak terasa ku terjungkal ke dalam sana
Jurang yang gelap gulita
Ku tak dapat melihat apa-apa

Sepi tiada seorang pun di sana
Suaraku pun terdengar lirih
Hanya satu suara yang kudengar
Seperti suara gemericik air
Yang membasahi tubuh ini
Bak kecupan manis di pipi
Suara hantu di dalam gua
Yang menakutkan hati

Aku berteriak,
“Oh …seremnya rasa itu”.
Sungguh ! mimpi siang hari
By : NIA PAI 04


________________________________________
UNGKAPAN SEORANG SAHABAT
Aku tahu…!, sahabat kan selalu menjaga dan membantu.
Tetapi kegelisahan selalu menghampiri !
Nilai yang mungkin ada ibarat bunga layu.
Bunga tak berguna takkan menarik siapa pun.
Walau seorang sahabat,
Tetapi kehampaan yang tak diundang,
Selalu menyatir dan menyapu walau dekat tanpa jarak.
Memang kemustahilan sahabat sejati tak terpungkiri,
Yang harus selalu ada dalam setiap langkah duka maupun cita.
Tetapi entah mengapa ?, seribu kali belajar,
Hanya kegagalan yang didapat.
Mungkin itu, kebosanan yang dialami dalam persahabatan.
Maka karena semuanya,
Ingin rasanya ungkapakan pengorbanan dari keterpaksaan.
Hati seorang sahabat.
Seperti seorang Soekarno;
”Dengan ini mengundurkan diri sebagai sahabat”
Hanya satu keinginan sebagai cita,
Yahzhan dalam genggaman hati,
Kan selalu merawat dan menjaga tabiat seorang sahabat.
(MJ. Much. Nur Alimin Ad-Daql).

________________________________________
TENTANG
Kita semua agak aneh dan hidup sendiri juga aneh
Dan ketika dia menemukan seseorang yang keunikannya
Sejalan dengan kita maka kita akan tyergabung dengannya
Dan jatuh kedalam satu keanehan yang dinamakan cinta
Cinta yang tulus adalah ketika kamu menitikkan air mata
Dan masih peduli terhadapnya ketika dia tidak mempedulikanmu
Dan kamu masih mnunggu dengan setia ketika dia mencintai Orang lain
Dan kamu masih bias tersenyum sembari berkata aku turut bahagia untukmu
Cinta sejati adalah mengerti ketika kamu berkata aku lupa
Menunggu selamanya ketika kamu berkata tunggu sebentar
Tetap tinggal ketika kamu berkata tinggalkan aku sendiri
Memaafkan ketika kamu melukai hatinya
Mencintai bukanlah bagaimana kamu melupakan
Tapi melainkan bagaimana kamu memaafkan
Bukanlah bagaimana kamu mendengar
Melainkan bagaimana kamu mengerti
Bukanlah apa yang kamu lihat
Melainkan apa yang kamu rasakan
Bukanlah bagaimana kamu melepaskan
Melainkan bagaimana kamu bertahan
Apabila cinta tak berhasil maka bebaskan dirimu
Biarkan hatimu kembali melebarkan sayapnya
Dan terbang kealam bebas lagi
Ingatlah !
Bahwa kamu mungkin menemukan cinta dan kehilangannya
Tapi ketika cinta itu mati
Tak perlu ikut mati bersamanya
By : Bambang S

Baca Selanjutnya...
Kode Etik Jurnalistik 19.35


Kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB. Kemerdekaan pers adalah sarana masyarakat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Dalam mewujudkan kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia juga menyadari adanya kepentingan bangsa, tanggung jawab sosial, keberagaman masyarakat, dan norma-norma agama.

Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang, karena itu pers dituntut profesional dan terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat.

Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta profesionalisme. Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalistik:

Pasal 1
Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.

Penafsiran
a. Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers.
b. Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi.
c. Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan setara.
d. Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain.

Pasal 2
Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.

Penafsiran
Cara-cara yang profesional adalah:
a. menunjukkan identitas diri kepada narasumber;
b. menghormati hak privasi;
c. tidak menyuap;
d. menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya;
e. rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi dengan keterangan tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang;
f. menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto, suara;
g. tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan wartawan lain sebagai karya sendiri;
h. penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita investigasi bagi kepentingan publik.

Pasal 3
Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.

Penafsiran
a. Menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi itu.
b. Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak secara proporsional.
c. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta.
d. Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang.

Pasal 4
Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.

Penafsiran
a. Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.
b. Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk.
c. Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan.
d. Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara, grafis atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi.
e. Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan waktu pengambilan gambar dan suara.

Pasal 5
Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.

Penafsiran
a. Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk melacak.
b. Anak adalah seorang yang berusia kurang dari 16 tahun dan belum menikah.

Pasal 6
Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.

Penafsiran
a. Menyalahgunakan profesi adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum.
b. Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi independensi.

Pasal 7
Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan “off the record” sesuai dengan kesepakatan.

Penafsiran
a. Hak tolak adalak hak untuk tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan narasumber demi keamanan narasumber dan keluarganya.
b. Embargo adalah penundaan pemuatan atau penyiaran berita sesuai dengan permintaan narasumber.
c. Informasi latar belakang adalah segala informasi atau data dari narasumber yang disiarkan atau diberitakan tanpa menyebutkan narasumbernya.
d. “Off the record” adalah segala informasi atau data dari narasumber yang tidak boleh disiarkan atau diberitakan.

Pasal 8
Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.

Penafsiran
a. Prasangka adalah anggapan yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui secara jelas.
b. Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan.

Pasal 9
Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.

Penafsiran
a. Menghormati hak narasumber adalah sikap menahan diri dan berhati-hati.
b. Kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan seseorang dan keluarganya selain yang terkait dengan kepentingan publik.

Pasal 10
Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.

Penafsiran
a. Segera berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada maupun tidak ada teguran dari pihak luar.
b. Permintaan maaf disampaikan apabila kesalahan terkait dengan substansi pokok.

Pasal 11
Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.

Penafsiran
a. Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.
b. Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.
c. Proporsional berarti setara dengan bagian berita yang perlu diperbaiki.



Penilaian akhir atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan Dewan Pers.
Sanksi atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan oleh
organisasi wartawan dan atau perusahaan pers.



Jakarta, Selasa, 14 Maret 2006

Kami atas nama organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers Indonesia:

1. Aliansi Jurnalis Independen (AJI)-Abdul Manan
2.Aliansi Wartawan Independen (AWI)-Alex Sutejo
3.Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI)-Uni Z Lubis
4.Asosiasi Wartawan Demokrasi Indonesia (AWDI)-OK. Syahyan Budiwahyu
5.Asosiasi Wartawan Kota (AWK)-Dasmir Ali Malayoe
6.Federasi Serikat Pewarta-Masfendi
7.Gabungan Wartawan Indonesia (GWI)-Fowa’a Hia
8.Himpunan Penulis dan Wartawan Indonesia (HIPWI)-RE Hermawan S
9.Himpunan Insan Pers Seluruh Indonesia (HIPSI)-Syahril
10.Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI)-Bekti Nugroho
11.Ikatan Jurnalis Penegak Harkat dan Martabat Bangsa (IJAB HAMBA)-Boyke M. Nainggolan
12.Ikatan Pers dan Penulis Indonesia (IPPI)-Kasmarios SmHk
13.Kesatuan Wartawan Demokrasi Indonesia (KEWADI)-M. Suprapto
14.Komite Wartawan Reformasi Indonesia (KWRI)-Sakata Barus
15.Komite Wartawan Indonesia (KWI)-Herman Sanggam
16.Komite Nasional Wartawan Indonesia (KOMNAS-WI)-A.M. Syarifuddin
17.Komite Wartawan Pelacak Profesional Indonesia (KOWAPPI)-Hans Max Kawengian
18.Korp Wartawan Republik Indonesia (KOWRI)-Hasnul Amar
19.Perhimpunan Jurnalis Indonesia (PJI)-Ismed hasan Potro
20.Persatuan Wartawan Indonesia (PWI)-Wina Armada Sukardi
21.Persatuan Wartawan Pelacak Indonesia (PEWARPI)-Andi A. Mallarangan
22.Persatuan Wartawan Reaksi Cepat Pelacak Kasus (PWRCPK)-Jaja Suparja Ramli
23.Persatuan Wartawan Independen Reformasi Indonesia (PWIRI)-Ramses Ramona S.
24.Perkumpulan Jurnalis Nasrani Indonesia (PJNI)-Ev. Robinson Togap Siagian-
25.Persatuan Wartawan Nasional Indonesia (PWNI)-Rusli
26.Serikat Penerbit Suratkabar (SPS) Pusat- Mahtum Mastoem
27.Serikat Pers Reformasi Nasional (SEPERNAS)-Laode Hazirun
28.Serikat Wartawan Indonesia (SWI)-Daniel Chandra
29.Serikat Wartawan Independen Indonesia (SWII)-Gunarso Kusumodiningrat

Baca Selanjutnya...